Koltim, LIN News com - Jika politik adalah sebuah pertandingan sepak bola, maka proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPRD Kolaka Timu...
Koltim, LIN News com - Jika politik adalah sebuah pertandingan sepak bola, maka proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPRD Kolaka Timur Dapil IV Fraksi PDI Perjuangan saat ini ibarat pertandingan yang penuh drama kartu kuning, kartu merah, bahkan VAR hukum yang tak kunjung selesai.
Nama Husain muncul sebagai “pemain pengganti” di lapangan parlemen. Namun yang jadi persoalan, pemain ini ternyata bukan datang dari bangku cadangan, melainkan dari bangku persidangan. Ia sudah melewati babak penyisihan (persidangan tingkat pertama), semifinal (banding), dan kini sedang “bermain di final” melalui jalur kasasi di Mahkamah Agung.
Alih-alih fokus membela rakyat, Pemain ini justru sibuk membela dirinya sendiri di meja hijau. Pertanyaannya: bagaimana mungkin wasit politik (partai) justru memasukkan pemain yang masih bermasalah hukum? Apakah ini strategi baru sepak bola Kolaka Timur memasukkan pemain yang penuh kartu kuning untuk memperkuat tim yang sudah sering kalah di mata rakyat?
Lucunya, saat pemilik Klub melakukan protes “unjuk rasa” di depan gedung DPRD, dari 25 pemain yang katanya terhormat itu, hanya 2 pemain yang berani keluar menemui "pemilik klub". Sisanya? Entah sedang bersembunyi di ruang ganti, atau mungkin sibuk mencari alasan klasik: “sedang bermain di Stadion lain”.
Jika dibandingkan dengan tim sepak bola, DPRD Kolaka Timur ini ibarat klub yang punya 25 pemain terdaftar, tapi hanya 2 yang mau turun ke lapangan, sisanya memilih jadi cadangan abadi yang bahkan tidak tahu cara menendang bola. Mereka lebih suka duduk manis sambil menunggu honor turun setiap bulan, ketimbang berlari kencang memperjuangkan kepentingan rakyat.
Bukankah ironis, melihat rakyat berpanas-panasan di luar, sementara wakil rakyat bersejuk-sejuk di dalam bahkan beberapa diantaranya tak kunjung hadir, Padahal dalam aturan main demokrasi, rakyat adalah “pemilik klub”, sementara DPRD hanyalah “pemain bayaran” yang seharusnya bekerja keras untuk membanggakan pemiliknya.
Secara hukum, proses PAW yang merekomendasikan Husain jelas bermasalah. UU Pemilu, UU MD3, hingga PKPU menegaskan pentingnya integritas calon pengganti antar waktu. Namun dalam praktiknya, aturan ini justru diputar seperti bola di lapangan politik dilempar ke sana-sini, ditendang seenaknya, bahkan kadang-kala dibuang ke tribun.
Sebagai mahasiswa hukum, tentu merasa miris dan prihatin. Tetapi sebagai warga Kolaka Timur, saya tidak bisa menahan tawa getir. Ternyata parlemen kita tidak kalah lucu dari stand-up comedy, kursi DPRD bisa menjadi “panggung hiburan”, lengkap dengan pemain cadangan yang masih terjerat kasus hukum.
DPRD Kolaka Timur hari ini bukan hanya sedang kehilangan wibawa, tapi juga sedang mempertontonkan bagaimana lembaga terhormat bisa berubah menjadi arena sepak bola tanpa aturan. Jika Husain tetap dipaksakan masuk, maka ibarat memasukkan pemain yang sudah terkena kartu merah tapi dipaksa main kembali.
Dan untuk 23 anggota DPRD lainnya yang enggan menemui rakyat: ingatlah, kalian bukan sedang bermain futsal di lapangan tertutup. Kalian sedang main di stadion besar bernama Demokrasi, di mana rakyat adalah penontonnya. Jika kalian terus bersembunyi, jangan salahkan rakyat bila suatu saat tribun penuh dengan suara sorakan: “DPRD Kolaka Timur, ganti semua pemainnya!”
Penulis :
Abd. Haris Nurdin
Mahasiswa Hukum Asal Kolaka Timur