Poto : ketua HMI cabang Koltim Asdal Koltim, LIN News com - Kabupaten Kolaka Timur kembali diguncang kabar memalukan. Aktivitas pertamban...
![]() |
Poto : ketua HMI cabang Koltim Asdal |
Koltim, LIN News com - Kabupaten Kolaka Timur kembali diguncang kabar memalukan. Aktivitas pertambangan nikel di Desa Taore, Kecamatan Aere, kini menuai kemarahan publik. Puluhan hektar lahan di wilayah tanah merah itu telah dikeruk habis, namun Plt. Bupati Koltim, Yosep Sahaka, justru mengaku tidak tahu-menahu soal kegiatan tambang tersebut.
Lebih ironis lagi, baik kepala desa maupun camat setempat tidak pernah melaporkan aktivitas itu ke pemerintah kabupaten. Rantai koordinasi pemerintahan seolah mati total, sementara perusahaan bebas beroperasi tanpa etika dan tanpa izin sosial.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kolaka Timur, Asdal, angkat bicara keras. Ia menilai apa yang terjadi di Desa Taore merupakan bukti nyata lemahnya pengawasan dan rusaknya tata kelola pemerintahan daerah.
“Ini bukan hanya soal tambang, ini soal marwah pemerintah daerah. Bagaimana bisa Plt. Bupati tidak tahu ada aktivitas besar di wilayahnya sendiri? Artinya sistem koordinasi dari desa hingga kabupaten benar-benar bobrok,” tegas Asdal, Sabtu (11/10/2025).
Menurut Asdal, perusahaan yang beroperasi di Taore telah melanggar etika dan prosedur hukum karena tidak pernah melakukan sosialisasi resmi kepada masyarakat maupun pemerintah setempat. Padahal, setiap kegiatan pertambangan wajib disampaikan terlebih dahulu agar warga mengetahui dampak, manfaat, serta rencana tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan.
“Tidak ada sosialisasi ke masyarakat, tidak ada koordinasi dengan pemerintah desa dan kecamatan, apalagi ke Plt. Bupati. Ini sudah sangat janggal. Perusahaan seolah masuk tanpa izin dan memperlakukan wilayah Kolaka Timur seperti tanah tak bertuan,” ujarnya tajam.
Asdal juga menyoroti dugaan pembebasan lahan sepihak oleh pihak perusahaan. Ia mempertanyakan legalitas dan prosesnya, apakah dilakukan dengan persetujuan warga, atau justru ada praktik tekanan dan manipulasi di lapangan.
“Pembebasan lahan tanpa sosialisasi adalah bentuk kesewenang-wenangan. Jika benar terjadi, itu bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga penghinaan terhadap hak masyarakat,” lanjutnya.
HMI Cabang Kolaka Timur menduga ada oknum tertentu yang bermain di balik diamnya aparat pemerintah setempat.
Ketiadaan laporan dari kepala desa dan camat justru menimbulkan kecurigaan bahwa telah terjadi pembiaran atau kompromi kepentingan antara pihak perusahaan dengan struktur pemerintahan bawah.
“Kita curiga, kenapa dua struktur pemerintahan itu bisa diam seribu bahasa? Jangan-jangan sudah ada kepentingan tertentu yang membuat mereka bungkam,” sindir Asdal.
Ia pun mendesak Plt. Bupati Yosep Sahaka untuk segera mengambil langkah konkret dengan membentuk tim investigasi khusus, menelusuri izin pertambangan, serta mengevaluasi kinerja camat dan kepala desa di wilayah tersebut.
“Kalau pemerintah daerah tidak segera bertindak, itu sama saja turut melindungi pelanggaran. Kami dari HMI Koltim siap turun ke jalan jika persoalan ini terus dibiarkan,” tegasnya.
Aktivitas tambang yang berjalan senyap tanpa sosialisasi di Desa Taore menjadi cerminan buruk pengelolaan daerah. Di tengah kerusakan lingkungan yang kian parah, Kolaka Timur justru dipertontonkan sebagai daerah yang bisa dijarah tanpa izin dan tanpa rasa malu. (*)